Parlemenmalang.com – Kabupaten Malang, Dari total 2,75 juta penduduk Kabupaten Malang, sekitar 1,15 juta atau 42 persen masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Mereka terbagi menjadi penerima bantuan yang berbeda. Ada yang terdaftar sebagai Penerima Bantuan Iuran Negara (PBIN), tapi ada juga Penerima Bantuan Iuran Daerah (PBID).
Bupati Malang H M. Sanusi menyampaikan, meski sudah terdata di DTKS, masih terdapat keluhan dari masyarakat yang tidak masuk DTKS. Padahal mereka merasa layak mendapatkan bantuan.
Karena itu, pihaknya akan mengoptimalkan lagi DTKS. Dengan demikian, diharapkan data yang diajukan ke Kementerian Sosial (Kemensos) RI menjadi valid dan sesuai dengan keadaan masyarakat. ”Database kan ada di desa dan kelurahan. Mereka yang paling tahu tentang warga yang ada di bawah garis kemiskinan,” ujar Sanusi saat ditemui di Pendapa Agung Kabupaten Malang kemarin (24/9).
Orang nomor satu di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang itu menjelaskan, DTKS menjadi sumber utama ketika menetapkan penerima bantuan sosial. Di antaranya Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), PBID, PBIN, dan berbagai program kesejahteraan sosial lainnya. “Karena itu, keakuratan dan validitas DTKS harus selalu dijaga dan diperbarui secara berkala,” kata Sanusi.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Malang Pantjaningsih Sri Redjeki menyampaikan, DTKS harus dikelola sebaik mungkin. Supaya penerimaan bisa tepat sasaran. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 tentang Satu Data Indonesia maupun Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. “Itu mengamanahkan bahwa pemutakhiran data harus dilakukan terus menerus secara berkala. Kalau dianggap tidak layak menerima, ya harus dihapuskan,” ucapnya.
Informasinya, tidak semua warga yang terdaftar di DTKS menerima bantuan yang sama. “Ini yang akan kami tata. Karena kalau Pak Bupati menyampaikan kemiskinan ada di angka 8,98 persen (240 ribu orang). Sementara DTKS ada 42 persen (1,15 juta orang). Ada perbedaan yang cukup besar,” lanjutnya.
Sehingga pihaknya mengajak kepala desa dan lurah untuk berperan aktif mendata warganya. Sebab, kepala desa maupun lurah yang berwenang mengusulkan maupun menghapus nama warga. Sedangkan, bupati hanya menetapkan usulan tersebut.