ParlemenMalang – Fenomena “sound horeg” kini menjadi bahan pembicaraan di masyarakat, terlebih pasca Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram. Hal ini memicu pro dan kontra di masyarakat, terutama yang berkaitan dengan efek yang dirasakan masyarakat.
Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita, mengatakan jika pertunjukkan seni dengan penggunaan sound horeg harus diatur agar tidak mengganggu kenyamanan publik. Menurutnya, penggunaan sound horeg yang identik dengan pemutaran musik yang keras, memang sangat menarik masyarakat, namun jika tidak dikendalikan, maka akan menimbulkan masalah serta dampak bagi warga.
“Pertunjukan sah-sah saja, namun semua harus disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sekitar, kalau sampai mengganggu orang lain ya tujuannya sudah tidak baik lagi,” kata Amithya Kamis (17/7).
Wanita yang akrab disapa Mia itu menjelaskan jika Kota Malang sudah memiliki Perda Ketertiban Umum yang di dalamnya mengatur soal ambang batas kebisingan tertentu yang ditolerir, sehingga tidak mengganggu masyarakat. Jika suara sudah mengganggu masyarakat, dan diatas batas yang diatur oleh Perda, maka hal itu akan mendapatkan tindakan dari Satpol PP.
“Berkesenian boleh, itu sangat baik sekali dan kami mendukung. Namun, volume suaranya yang harus di-kontrol, jangan sampai ada warga terganggu,” tegas Amithya.
Ia juga menyoroti terkait dengan dampak sound horeg yang viral di berbagai video yang tersebar di media sosial. Menurut Mia, dampak seperti rumah rusak karena pengaruh getaran, dan sampai membongkar tembok warga, selama ini belum aduan yang masuk, namun hal tersebut perlu dilakukan antisipasi lebih.
“Kalau seni disajikan dengan baik dan tidak berlebihan, masyarakat juga bisa menikmati, karena esensinya seni itu untuk menyatukan bukan untuk memecah kenyamanan,” pungkas Amithya (ADV/ARY)